Selasa, 04 Mei 2010

Konvensi PBB Tentang Hukum Laut Internasional

Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional merupakan suatu peraturan yang menjelaskan tentang batas-batas wilayah pada suatu negara. Konvensi ini ditandatangani oleh 119 negara peserta pada tahun 1982 di Teluk Montego dan resmi menjadi Konvensi PBB yang disebut United Nation Convention on Law of the Sea atau disingkat "Unclos 1982". konvensi ini telah mewadahi Azas Negara Kepulauan yang pernah dilemparkan delegasi Indonesia dalam Konferensi Hukum Laut I tahun 1958 di Jenewa. Gagasan asas /Negara Kepulauan ini sebelumnya telah diumumkan oleh Indonesia pada 13 Desember 1957, dikenal dengan Deklarasi Juanda. Tatkala itu Indonesia mengumumkan ketentuan tentang perairan Indonesia. Unclos 1982 berlaku efektif sejak tanggal 16 Nopember 1994 ketika lebih dari 60 negara meratifikasinya.

Dalam Unclos 1982, penentuan laut wilayah ditetapkan tidak melebihi 12 mil dari garis dasar (baseline). Bagi negara kepulauan dapat menarik garis dasar berdasarkan straight baseline yang menghubungkan titik terluar pulau-pulau dan karang-karang kering terluar dan perairan kepulauan berupa laut dan selat yang terletak di sebelah dalam garis pangkal merupakan wilayah negara kepulauan. Sedang negara yang bukan negara kepulauan seperti Malaysia, Australia, Thailand, Vietnam adalah negara kontinental, berarti lebar laut teritorialnya tidak lebih 12 mil dari normal baseline yaitu garis pantai saat air terendah.

Negara yang berbatasan dengan laut dapat menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) selebar 200 mil dari garis dasar dan menentukan landas kontinen (continental shelf) yang merupakan kelanjutan daratan. Wilayahnya sampai jarak 200 mil dari garis pangkal bahkan dalam hal tertentu dapat sampai 350 mil tergantung kelanjutan daratannya, sampai jarak tepian kontinennya (continental margin).

Berdasarkan Unclos 1982, negara pantai yang berdekatan dengan Indonesia seperti India, Australia, Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Republik Palau juga mengukur lebar laut teritorial, ZEE dan landas kontinen dari garis pangkal masing-masing dan pasti mengklaim laut dan dasar laut di bawah penguasaan dan kontrol masing-masing negara. Tentu saja terjadi overlapping yang harus diselesaikan melalui perjanjian-perjanjian antarnegara baik secara bilateral maupun multilateral. Sehingga hubungan suatu negara dengan negara lain tidak terganggu karena masalah perbatasan.


Daftar Pustaka

www.suaramerdeka.com/Sengketa-Dengan-Negara-Lain.html

Perlukah Pembentukan RUU Perbatasan Wilayah Indonesia?

Sengketa dapat terjadi bukan hanya karena batas-batas wilayah, tetapi ada tujuan-tujuan terselubung yang ingin dimanfaatkan dari sengketa tersebut. Tujuan-tujuan tersebut antara lain pemanfaatan sumber daya alam, penyelundupan, dll. Dalam hal ini, sengketa perbatasan wilayah atau mengklaim suatu wilayah negara lain. Sehingga, diperlukan suatu pembentukan RUU untuk menetapkan batas-batas wilayah Indonesia. Pembentukan dan perancangan undang-undang (UU) tentang Batas Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah menjadi usul inisiatif DPR sebagai salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sangat penting pada masa transisi ini. Tentu saja RUU itu merupakan hal baru terutama dari segi substansi dan pelaksanaan operasionalnya. Terbukti sampai sekarang Indonesia belum bisa menentukan dan menetapkan batas wilayah negaranya serta belum mempunyai UU mengenai batas wilayah negara.

RUU itu merupakan amanah dari konstitusi negara sebagaimana tercantum dalam Amendemen Kedua UUD 1945 dalam Pasal 25 A, "Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang." Hal ini menyiratkan bahwa mutlak diperlukan UU yang mengatur perbatasan sebagai dasar kebijakan dan strategi untuk mempertahankan kedaulatan NKRI, memperjuangkan kepentingan nasional dan keselamatan bangsa, memperkuat potensi, pemberdayaan dan pengembangan sumber daya alam bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia sesuai dengan UUD 1945.

Selain itu pula RUU Batas Wilayah ini menjadi salah satu Prioritas Program Pembangunan Nasional (Propenas) Repeta 2003 yang diharapkan dapat diselesaikan pada tahun 2004. Batas wilayah negara RI mengandung berbagai masalah, seperti garis batas yang belum jelas, pelintas batas, pencurian sumber daya alam, dan kondisi geografi yang merupakan sumber masalah yang dapat mengganggu hubungan antarnegara, terutama posisi Indonesia dii kawasan Asia Tenggara.

Selama ini pula penyelesaian penetapan garis batas wilayah darat dilakukan dengan perjanjian perbatasan yang masih menimbulkan masalah dengan negara-negara tetangga yang sampai sekarang belum tuntas sepenuhnya. Misalnya kesepakatan bersama dengan Timor Leste tentang Garis Batas Laut belum dilakukan.

Begitu juga halnya dengan Republik Palau di daerah utara laut Halmahera belum ada pertemuan bersama. Sedangkan garis batas darat masih ada permasalahan yang belum terselesaikan, antara lain dengan Malaysia di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur yang disepakati diselesaikan melalui General Border Committee (GBC) antara kedua negara, dan dengan Papua Nugini di sepanjang Provinsi Papua sebelah timur, sedangkan dengan Timor Lorosae di sepan- jang timur Nusa Tenggara Timur.

Banyaknya kasus pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti penyelundupan, kegiatan terorisme, pengambilan sumber daya alam oleh warga negara lain, dan banyaknya nelayan Indonesia yang ditangkap oleh polisi negara lain karena nelayan Indonesia melewati batas wilayah negara lain akibat tidak jelasnya batas wilayah negara.

Masalah lain adalah ketidakjelasan siapa yang berwenang dan melakukan koordinasi terhadap masalah-masalah perbatasan antara Indonesia dan negara-negara tetangga, mulai dari masalah konflik di wilayah perbatasan antara masyarakat perbatasan, siapa yang bertugas mengawasi wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, sampai kepada siapa yang berwenang mengadakan kerja sama dan perundingan dengan negara-negara tetangga, misalnya tentang penentuan garis batas kedua negara.

Dari pembentukan RUU, diharapkan permasalahan tentang perbatasan wilayah negara Indonesia dan negara tetangga terselesaikan tanpa merugikan kedua pihak. Sehingga tidak mengganggu hubungan-hubungan bilateral kedua negara.


Daftar Pustaka

www.suarapembaruan.com/Regulasi-Tentang-Batas-Wilayah-NKRI.html

Perjanjian Batas Laut Indonesia Dengan Singapura

Batas laut antara Indonesia dengan Singapuran yang selama ini diperdebatkan kedua negara telah terselesaikan. Perdebatan kedua negara terselesaikan setelah diadakan perjanjian bilateral antara kedua belah pihak. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Singapura George Yoe di Jakarta, Selasa (10/3/2009), menandatangani naskah perjanjian tentang penetapan garis batas laut wilayah kedua negara di bagian barat Selat Singapura. perjanjian tersebut tercapai dari delapan putaran perundingan yang telah dilakukan oleh kedua negara sejak 2005. Batas laut wilayah yang disepakati dalam perjanjian tersebut adalah kelanjutan dari garis batas laut wilayah yang telah disepakati sebelumnya pada perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah yang ditandatangani pada tanggal 25 Mei 1973.

Penentuan garis batas laut wilayah Indonesia dan Singapura ditetapkan berdasarkan hukum internasional yang mengatur tata cara penetapan batas maritim yakni Konvensi Hukum Laut (Konvensi Hukla) 1982, dimana kedua Negara adalah Pihak pada Konvensi. Dalam menentukan garis batas laut wilayah ini, Indonesia menggunakan referensi titik dasar (basepoint) Indonesia di Pulau Nipa serta garis pangkal kepulauan Indonesia (archipelagic baseline) yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Besar. Garis pangkal ini adalah garis negara pangkal kepulauan yang dicantumkan dalam UU 4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia dan diperbaharui dengan PP 38/2002 dan PP 37/2008.

Penetapan garis batas laut wilayah di segmen barat ini akan mempermudah bagi aparat keamanan dan pelaksana keselamatan pelayaran dalam bertugas di Selat Singapura karena terdapat kepastian hukum tentang batas-batas kedaulatan ke dua negara. Tim Teknis Perunding batas maritim Indonesia terdiri atas unsur departemen dan instansi lintas sektoral yaitu Deplu, Dephan, Dephub, DKP, Dep ESDM, Mabes TNI, Bakosurtanal, Mabes TNI-AL dan Dinas Hidro-oseanographi AL. Tim juga memperoleh masukan dari Tim Pakar yang terdiri dari para pakar dan akademisi.

Dengan selesainya perjanjian batas laut wilayah pada segmen barat (Tuas - P. Nipa) ini, maka masih terdapat segmen timur 1 dan timur 2 yang perlu dirundingkan. Segmen timur 1 adalah di wilayah Batam - Changi dan segmen timur 2 adalah wilayah sekitar Bintan-South Ledge/Middle Rock/Pedra Branca yang masih menunggu hasil negosiasi lebih lanjut antara Singapura - Malaysia pasca keputusan ICJ. Selain itu, bangsa Indonesia dapat mengambil pelajaran untuk menyelesaikan masalah-masalah perbatasan yang belum terselesaikan. Jangan sampai Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar dalam menyelesaikan masalah perbatasan wilayah Indonesia. Sehingga, Bangsa Indonesia berhasil mempertahankan wilayah perbatasan Indonesia yang menjadi hak beserta kedaulatan Bangsa Indonesia.


Daftar Pustaka

www.endonesia.com/Indonesia-Singapura-Teken-Perjanjian-Batas-Laut.html

www.primaironline.com/Banyak-Perjanjian-Batas-Wilayah-RI-Tidak-Selesai.html

www.umm.ac.id/Penandatanganan perjanjian perbatasan maritim wilayah barat Indonesia dengan Sin.html

Indonesia Masih Memiliki 10 Masalah Perbatasan

Perbatasan wilayah Indonesia menunjukkan kedaulatan NKRI yang harus dijaga dan dipelihara. Bicara tentang perbatasan, Indonesia merupakan negara yang memiliki batas wilayah yang sangat luas. Oleh karena itu, perlu diadakan suatu kebijaksanaan dalam mempertahankan perbatasan wilayah Indonesia. Hal ini mengacu kepada persoalan tentang perebutan pulau-pulau milik Indonesia dengan negara tetangga.

Persoalan pemerintahan yang paling fundamental adalah terkatung-katungnya pembahasan RUU Batas Wilayah Indonesia, sehingga bangsa ini semakin diliputi ketidakjelasan. Padahal UU Batas Wilayah dapat dijadikan alat legitimasi dalam kancah hubungan internasional. Selain itu, UU ini sangat berkaitan erat dengan yurisdiksi dan soverignity NKRI. Artinya, tanpa UU Batas Wilayah, maka dikhawatirkan satu per satu pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan negara tetangga akan lepas karena diklaim negara lain, atau lepas untuk berdiri sendiri karena kita memang tidak perduli atasnya.

Indonesia mempunyai permasalahan “sengketa” perbatasan yang belum terselesaikan dengan 10 negara tetangga. Diantaranya adalah Indonesia dan Australia yang telah menyepakati batas bersama ZEE, namun hingga saat ini belum meratifikasi. Aktivitas penambangan pasir laut berdampak mengkhawatirkan pada keberadaan Pulau Nipah sebagai titik dasar dalam penentuan batas wilayah antara Indonesia dan Singapura.

Selain itu, masalah perbatasan wilayah antara Indonesia dan Malaysia di perairan sebelah Pulau Sebatik masih berlarut-larut, ditambah dengan masalah perairan di sekitar Pulau Sipadan-Ligitan pasca-Sidang International Court and Justice (ICJ) tanggal 17 Desember 2002. Juga masalah penetapan ZEE di Perairan Selatan Laut Andaman antara Indonesia dan Thailand. Lalu masalah dengan Filipina yang lebih suka menggunakan Treaty of Paris 1889 ketimbang UNCLOS 1982, sehingga Pulau Miangas masuk ke wilayah Filipina Permasalahan batas RI - Timor Leste pun belum tuntas.

Dari masalah perbatasan ini, seharusnya Pemerintah harus lebih bijaksana dalam mengatasi masalah-masalah perbatasan. Terlebih jika masalah ini dapat merugikan Indonesia. Selain itu, masyarakat didaerah perbatasan harus sangat diperhatikan. Karena tanpa bantuan dari masyarakat perbatasan, pulau-pulau di Indonesia akan diklaim oleh negara tetangga. Masalah ini harus dijadikan titik balik kebangkitan Indonesia dalam memperjuangkan hak negara Indonesia. Selain itu, Bangsa Indonesia harus menunjukkan kedaulatan NKRI yang ditunjukkan dengan batasan-batasan wilayah Indonesia yang takkan pernah lepas dari Kedaulatan Negara Indonesia.


Daftar Pustaka

www.INILAH.COM.Memberdayakan Wilayah Perbatasan.html

www.opi01.html

www.article_detail.php.html